Terjemah Kitab Safinah An-Najah

(Muqoddimah)
Dengan menyebut nama Allah Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala puji hanya kepada Allah Tuhan
semesta alam, dan kepadaNya jualah
kita memohon pertolongan atas segala
perkara dunia dan akhirat. Dan
shalawat serta salamNya semoga
selalu tercurah kepada baginda Nabi
Besar Muhammad SAW Penutup para
nabi, juga terhadap keluarga, sahabat
sekalian. Dan tiada daya upaya kecuali
dengan pertolongan Allah Yang Maha
Tinggi lagi Maha Perkasa.
(BAB I)
“Aqidah”
(Fasal Satu)
Rukun Islam ada lima perkara, yaitu:
1. Bersaksi bahwa tiada ada tuhan
yang haq kecuali Alloh Subhaanahu wa
Ta’aala dan Nabi Muhammad
Sholalloohu ‘Alayhi wa Sallam adalah
utusanNya.
2. Mendirikan sholat (lima waktu).
3. Menunaikan zakat.
4. Puasa Romadhan.
5. Ibadah haji ke baitullah bagi yang
telah mampu melaksanakannya.
(Fasal Dua)
Rukun iman ada enam, yaitu:
1. Beriman kepada Alloh Subhaanahu
wa Ta’aala.
2. Beriman kepada sekalian Mala’ikat
3. Beriman dengan segala kitab-kitab
suci.
4. Beriman dengan sekalian Rosul-rosul.
5. Beriman dengan hari kiamat.
6. Beriman dengan ketentuan baik dan
buruknya dari Alloh Subhaanahu wa
Ta’aala.
(Fasal Tiga)
Adapun arti “La ilaha illallah”, yaitu: Tidak
ada Tuhan yang berhak disembah
dalam kenyataan selain Alloh.
(BAB II)
“Thoharoh”
(Fasal Satu)
Adapun tanda-tanda balig (mencapai
usia remaja) seseorang ada tiga, yaitu:
1. Berumur seorang laki-laki atau
perempuan lima belas tahun.
2. Bermimpi (junub) terhadap laki-laki
dan perempuan ketika melewati
sembilan tahun.
3. Keluar darah haidh sesudah berumur
sembilan tahun .
(Fasal Dua)
Syarat boleh menggunakan batu untuk
beristinja ada delapan, yaitu:
1. Menggunakan tiga batu.
2. Mensucikan tempat keluar najis
dengan batu tersebut.
3. Najis tersebut tidak kering.
4. Najis tersebut tidak berpindah.
5. Tempat istinja tersebut tidak terkena
benda yang lain sekalipun tidak najis.
6. Najis tersebut tidak berpindah
tempat istinja (lubang kemaluan
belakang dan kepala kemaluan
depan) .
7. Najis tersebut tidak terkena air .
8. Batu tersebut suci.
(Fasal Tiga)
Rukun wudhu ada enam, yaitu:
1. Niat.
2. Membasuh muka
3. Membasuh kedua tangan serta siku.
4. Menyapu sebagian kepala.
5. Membasuh kedua kaki serta buku
lali.
6. Tertib.
(Fasal Empat)
Niat adalah menyengaja suatu
(perbuatan) berbarengan (bersamaan)
dengan perbuatannya didalam hati.
Adapun mengucapkan niat tersebut
maka hukumnya sunnah, dan
waktunya ketika pertama membasuh
sebagian muka.
Adapun tertib yang dimaksud adalah
tidak mendahulukan satu anggota
terhadap anggota yag lain
(sebagaimana yang telah tersebut).
(Fasal Lima)
Air terbagi kepada dua macam; Air
yang sedikit. Dan air yang banyak.
Adapun air yang sedikit adalah air
yang kurang dari dua qullah . Dan air
yang banyak itu adalah yang sampai
dua qullah atau lebih.
Air yang sedikit akan menjadi najis
dengan sebab tertimpa najis
kedalamnya, sekalipun tidak berubah.
Adapun air yang banyak maka tdak
akan menjadi najis kecuali air tersebut
telah berubah warna, rasa atau
baunya.
(Fasal Enam)
Yang mewajibkan mandi ada enam
perkara, yaitu:
1- Memasukkan kemaluan (kepala
dzakar) ke dalam farji (kemaluan)
perempuan.
2- Keluar air mani.
3- Mati.
4- Keluar darah haidh [datang bulan].
5- Keluar darah nifas [darah yang
keluar setelah melahirkan].
6- Melahirkan.
(Fasal Tujuh)
Fardhu–fardhu (rukun) mandi yang
diwajibkan ada dua perkara, yaitu:
1- Niat mandi wajib.
2- Menyampaikan air ke seluruh tubuh
dengan sempurna.
(Fasal Delapan)
Syarat– Syarat Wudhu` ada sepuluh,
yaitu:
1- Islam.
2- Tamyiz (cukup umur dan ber’akal).
3- Suci dari haidh dan nifas.
4- Lepas dari segala hal dan sesuatu
yang bisa menghalang sampai air ke
kulit.
5- Tidak ada sesuatu disalah satu
anggota wudhu` yang merubah
keaslian air.
6- Mengetahui bahwa hukum wudhu`
tersebut adalah wajib.
7- Tidak boleh beri`tiqad
(berkeyakinan) bahwa salah satu dari
fardhu–fardhu wudhu` hukumnya
sunnah (tidak wajib).
8- Kesucian air wudhu` tersebut.
9- Masuk waktu sholat yang
dikerjakan.
10- Muwalat .
Dua syarat terakhir ini khusus untuk
da`im al-hadats .
(Fasal Sembilan)
Yang membatalkan wudhu` ada
empat, yaitu:
1- Apa bila keluar sesuatu dari
salahsatu kemaluan seperti angin dan
lainnya, kecuali air mani.
2- Hilang akal seperti tidur dan lain lain,
kecuali tidur dalam keadaan duduk
rapat bagian punggung dan pantatnya
dengan tempat duduknya, sehingga
yakin tidak keluar angin sewaktu tidur
tersebut
3- Bersentuhan antara kulit laki–laki
dengan kulit perempuan yang bukan
muhrim baginya dan tidak ada
penghalang antara dua kulit tersebut
seperti kain dll.
”Mahram”: (orang yang haram dinikahi
seperti saudara kandung).
4- Menyentuh kemaluan orang lain
atau dirinya sendiri atau menyentuh
tempat pelipis dubur (kerucut
sekeliling) dengan telapak tangan atau
telapak jarinya.
(Fasal Sepuluh)
Larangan bagi orang yang berhadats
kecil ada tiga, yaitu:
1- Shalat, fardhu maupun sunnah.
2- Thowaaf (keliling ka`bah tujuh kali).
3- Menyentuh kitab suci Al-Qur`an atau
mengangkatnya.
Larangan bagi orang yang berhadats
besar (junub) ada lima, yaitu:
1- Sholat.
2- Thowaaf.
3- Menyentuh Al-Qur`an.
4- Membaca Al-Qur`an.
5- I`tikaf (berdiam di masjid).
Larangan bagi perempuan yang sedang
haidh ada sepuluh, yaitu:
1- Sholat.
2- Thowaaf.
3- Menyentuh Al-Qur`an.
4- Membaca Al-Qur`an.
5- Puasa
6- I’tikaf di masjid.
7- Masuk ke dalam masjid sekalipun
hanya untuk sekedar lewat jika ia
takut akan mengotori masjid tersebut.
8- Cerai, karena itu, di larang suami
menceraikan isterinya dalam keadaan
haidh.
9- Jima`.
10- Bersenang – senang dengan isteri di
antara pusar dan lutut.
(Fasal Sebelas)
Sebab – Sebab yang membolehkan
tayammum ada tiga hal, yaitu:
1- Tidak ada air untuk berwudhu`.
2- Ada penyakit yang mengakibatkan
tidak boleh memakai air.
3- Ada air hanya sekedar mencukupi
kebutuhan minum manusia atau
binatang yang Muhtaram .
Adapun selain Muhtaram ada enam
macam, yaitu:
1- Orang yang meninggalkan sholat
wajib.
2- kafir Harbiy (yang boleh di bunuh).
3- Murtad.
4- Penzina dalam keadaan Ihshan
(orang yang sudah ber’aqad nikah yang
sah).
5- Anjing yang menyalak (tidak
menta`ati pemiliknya atau tidak boleh
dipelihara).
6- Babi.
(Fasal Dua Belas)
Syarat–Syarat mengerjakan
tayammum ada sepuluh, yaitu:
1- Bertayammum dengan tanah.
2- Menggunakan tanah yang suci tidak
terkena najis.
3- Tidak pernah di pakai sebelumnya
(untuk tayammaum yang fardhu).
4- Murni dari campuran yang lain
seperti tepung dan seumpamanya.
5- Mengqoshod atau menghendaki
(berniat) bahwa sapuan dengan tanah
tersebut untuk di jadikan tayammum.
6- Masuk waktu shalat fardhu tersebut,
sebelum tayammum.
7- Bertayammum tiap kali sholat
fardhu tiba.
8- Berhati – hati dan bersungguh –
sungguh dalam mencari arah qiblat
sebelum memulai tayammum.
9- Menyapu muka dan dua tangannya
dengan dua kali mengusap tanah
tayammum secara masing – masing
(terpisah).
10- Menghilangkan segala najis di
badan terlebih dahulu.
(Fasal Tiga Belas)
Rukun-rukun tayammum ada lima,
yaitu:
1. Memindah debu.
2. Niat.
3. Mengusap wajah.
4. Mengusap kedua belah tangan
sampai siku.
5. Tertib antara dua usapan.
(Fasal Empat Belas)
Perkara yang membatalkan
tayammum ada tiga, yaitu:
1. Semua yang membatalkan wudhu’.
2. Murtad.
3. Ragu-ragu terdapatnya air, apabila
dia bertayammum karena tidak ada
air.
(Fasal Lima Belas)
Perkara yang menjadi suci dari yang
asalnya najis ada tiga, yaitu:
1. Khamar (air yang diperah dari
anggur) apabila telah menjadi cuka.
2. Kulit binatang yang disamak.
3. Semua najis yang telah berubah
menjadi binatang.
(Fasal Enam Belas)
Macam macam najis ada tiga, yaitu:
1. Najis besar (Mughallazoh), yaitu
Anjing, Babi atau yang lahir dari salah
satunya.
2. Najis ringan (Mukhaffafah), yaitu air
kencing bayi yang tidak makan, selain
susu dari ibunya, dan umurnya belum
sampai dua tahun.
3. Najis sedang (Mutawassithoh), yaitu
semua najis selain dua yang diatas.
(Fasal Tujuh Belas)
Cara menyucikan najis-najis:
Najis besar (Mughallazoh),
menyucikannya dengan membasuh
sebanyak tujuh kali, salah satunya
menggunakan debu, setelah hilang
‘ayin (benda) yang najis.
Najis ringan (Mukhaffafah),
menyucikannya dengan memercikkan
air secara menyeluruh dan
menghilangkan ‘ayin yang najis.
Najis sedang (Mutawassithoh) terbagi
dua bagian, yaitu:
1. ‘Ainiyyah yaitu najis yang masih
nampak warna, bau, atau rasanya,
maka cara menyucikan najis ini
dengan menghilangkan sifat najis yang
masih ada.
2. Hukmiyyah, yaitu najis yang tidak
nampak warna, bau dan rasanya,
maka cara menyucikan najis ini cukup
dengan mengalirkan air pada benda
yang terkena najis tersebut.
(Fasal Delapan Belas)
Darah haid yang keluar paling sedikit
sehari semalam, namun pada
umumnya selama enam atau tujuh
hari, dan tidak akan lebih dari 15 hari.
Paling sedikit masa suci antara dua
haid adalah 15 hari, namun pada
umumnya 24 atau 23 hari, dan tidak
terbatas untuk masa sucinya.
Paling
sedikit masa nifas adalah sekejap,
pada umumnya 40 hari, dan tidak akan
melebihi dari 60 hari.
(BAB III)
“SHALAT”
(Fasal Satu)
Udzur( ) sholat:
1. Tidur .
2. Lupa.
(Fasal Dua)
Syarat sah shalat ada delapan, yaitu:
1. Suci dari hadats besar dan kecil.
2. Suci pakaian, badan dan tempat dari
najis.
3. Menutup aurat.
4. Menghadap kiblat.
2. Masuk waktu sholat.
3. Mengetahui rukun-rukan sholat.
4. Tidak meyakini bahwa diantara
rukun-rukun sholat adalah sunnahnya
5. Menjauhi semua yang membatalkan
sholat.
Macam-macam hadats: Hadats ada dua
macam, yaitu: Kecil dan Besar.
Hadats kecil adalah hadats yang
mewajibkan seseorang untuk
berwudhu’, sedangkan hadats besar
adalah hadats yang mewajibkan
seseorang untuk mandi.
Macam macam aurat: Aurat ada empat
macam, yaitu:
1. Aurat semua laki-laki (merdeka atau
budak) dan budak perempuan ketika
sholat, yaitu antara pusar dan lutut.
2. Aurat perempuan merdeka ketika
sholat, yaitu seluruh badan kecuali
muka dan telapak tangan.
3. Aurat perempuan merdeka dan
budak terhadap laki-laki yang ajnabi
(bukan muhrim), yaitu seluruh badan.
4. Aurat perempuan merdeka dan
budak terhadap laki-laki muhrimya dan
perempuan, yaitu antara pusar dan
lutut.
(Fasal Tiga)
Rukun sholat ada tujuh belas, yaitu:
1. Niat.
2. Takbirotul ihrom (mengucapkan
“Allahuakbar).
3. Berdiri bagi yang mampu.
4. Membaca fatihah.
5. Ruku’ (membungkukkan badan).
6. Thuma’ninah (diam sebentar) waktu
ruku’.
7. I’tidal (berdiri setelah ruku’).
8. Thuma’ninah (diam sebentar waktu
i’tidal).
9. Sujud dua kali.
10. Thuma’ninah (diam sebentar waktu
sujud).
11. Duduk diantara dua sujud.
12. Thuma’ninah (diam sebentar ketika
duduk).
13. Tasyahud akhir (membaca kalimat-
kalimat yang tertentu).
14. Duduk diwaktu tasyahud.
15. Sholawat (kepada nabi).
16. Salam (kepada nabi).
17. Tertib (berurutan sesuai urutannya).
(Fasal Empat)
Niat itu ada tiga derajat, yaitu:
1. Jika sholat yang dikerjakan fardhu,
diwajibkanlah niat qasdul fi’li
(mengerjakan shalat tersebut), ta’yin
(nama sholat yang dikerjakan) dan
fardhiyah (kefardhuannya).
2. Jika sholat yang dikerjakan sunnah
yang mempunyai waktu atau
mempunyai sebab, diwajibkanlah niat
mengerjakan sholat tersebut dan nama
sholat yang dikerjakan seperti sunah
Rowatib (sebelum dan sesudah fardhu-
fardhu).
3. Jika sholat yang dikerjakan sunnah
Mutlaq (tanpa sebab), diwajibkanlah
niat mengerjakan sholat tersebut saja.
Yang dimaksud dengan qasdul fi’li
adalah aku beniat sembahyang
(menyenghajanya), dan yang
dimaksud ta’yin adalah seperti dzuhur
atau asar, adapun fardhiyah adalah
niat fardhu.
(Fasal Lima)
Syarat takbirotul ihrom ada enam
belas, yaitu:
1. Mengucapkan takbirotul ihrom
tersebut ketika berdiri (jika sholat
tersebut fardhu).
2. Mengucapkannya dengan bahasa
Arab.
3. Menggunakan lafal “Allah”.
4. Menggunakan lafal “Akbar”.
5. Berurutan antara dua lafal tersebut.
6. Tidak memanjangkan huruf
“Hamzah” dari lafal “Allah”.
7. Tidak memanjangkan huruf “Ba” dari
lafal “Akbar”.
8. Tidak mentaysdidkan (mendobelkan/
mengulang) huruf “Ba” tersebut.
9. Tidak menambah huruf “Waw”
berbaris atau tidak antara dua kalimat
tersebut.
10. Tidak menambah huruf “Waw”
sebelum lafal “Allah”.
11. Tidak berhenti antara dua kalimat
sekalipun sebentar.
12. Mendengarkan dua kalimat
tersebut.
13. Masuk waktu sholat tersebut jika
mempuyai waktu.
14. Mengucapkan takbirotul ihrom
tersebut ketika menghadap qiblat.
15. Tidak tersalah dalam mengucapkan
salah satu dari huruf kalimat tersebut.
16. Takbirotul ihrom ma’mum sesudah
takbiratul ihrom dari imam.
(Fasal Enam)
Syarat-syarat sah membaca surat al-
Fatihah ada sepuluh, yaitu:
1. Tertib (yaitu membaca surat al-
Fatihah sesuai urutan ayatnya).
2. Muwalat (yaitu membaca surat al-
Fatihah dengan tanpa terputus).
3. Memperhatikan makhroj huruf
(tempat keluar huruf) serta tempat-
tempat tasydid.
4. Tidak lama terputus antara ayat-ayat
al-Fatihah ataupun terputus sebentar
dengan niat memutuskan bacaan.
5. Membaca semua ayat al-Fatihah.
6. Basmalah termasuk ayat dari al-
fatihah.
7. Tidak menggunakan lahan (lagu)
yang dapat merubah makna.
8. Memabaca surat al-Fatihah dalam
keaadaan berdiri ketika sholat fardhu.
9. Mendengar surat al-Fatihah yang
dibaca.
10. Tidak terhalang oleh dzikir yang lain.
(Fasal Tujuh)
Tempat-tempat tasydid dalam surah al-
fatihah ada empat belas, yaitu:
1. Tasydid huruf “Lam” jalalah pada
lafal (Alloh)
2. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal
(Arrohman).
3. Tasydid huruf “Ra’” pada lapal
(Arrohim)
4. Tasydid “Lam” jalalah pada lafal
(Alhamdulillah)
5. Tasydid huruf “Ba’” pada kalimat (Robbil’Alamin).
6. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal
(Arrohman).
7. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal
(Arrohim).
8. Tasydid huruf “Dal” pada lafal
(Addin).
9. Tasydid huruf “Ya’” pada kalimat
(Iyyaka-na’budu).
10. Tasydid huruf “Ya” pada kalimat
(Waiyyaka-nasta’in).
11. Tasydid huruf “Shad” pada kalimat
(Ihdinash-shirotholmustaqim).
12. Tasydid huruf “Lam” pada kalimat
(Shirotholladzina).
13. Tasydid “Dhad” pada kalimat (Waladl-dlollin).
14. Tasydid huruf “Lam” pada kalimat
(Waladl-dlollin).
(Fasal Delapan)
Tempat disunatkan mengangkat
tangan ketika shalat ada empat, yaitu:
1. Ketika takbiratul ihram.
2. Ketika Ruku’.
3. Ketika bangkit dari Ruku’ (I’tidal).
4. Ketika bangkit dari tashahud awal.
(Fasal Sembilan)
Syarat sah sujud ada tujuh, yaitu:
1. Sujud dengan tujuh anggota.
2. Dahi terbuka (jangan ada yang
menutupi dahi).
3. Menekan sekedar berat kepala.
4. Tidak ada maksud lain kecuali sujud.
5. Tidak sujud ketempat yang bergerak
jika ia bergerak.
6. Meninggikan bagian punggung dan
merendahkan bagian kepala.
7. Thuma’ninah pada sujud.
Penutup:
Ketika seseorang sujud anggota tubuh
yang wajib di letakkan di tempat sujud
ada tujuh, yaitu:
1. Dahi.
2. Bagian dalam dari telapak tangan
kanan.
3. Bagian dalam dari telapak tangan
kiri.
4. Lutut kaki yang kanan.
5. Lutut kaki yang kiri.
6. Bagian dalam jari-jari kanan.
7. Bagian dalam jari-jari kiri.
(Fasal Sepuluh)
Dalam kalimat tasyahud terdapat dua
puluh satu harakah (baris) tasydid,
enam belas di antaranya terletak di
kalimat tasyahud yang wajib di baca,
dan lima yang tersisa dalam kalimat
yang menyempurnakan tasyahud
(yang sunah dibaca), yaitu:
1. “Attahiyyat”: harakah tasydid terletak
di huruf “Ta’”.
2. “Attahiyyat”: harakah tasydid
terletak di huruf “Ya’”.
3. “Almubarakatusshalawat”: harakah
tasydid di huruf “Shad”.
4. “Atthayyibaat”: harakah tasydid di
huruf “Tha’”.
5. “Atthayyibaat”: harakah tasydid di
huruf “ya’”.
6. “Lillaah”: harakah tasydid di “Lam”
jalalah.
7. “Assalaam”: di huruf “Sin”.
8. “A’laika ayyuhannabiyyu”: di huruf
“Ya’”.
9. “A’laika ayyuhannabiyyu”: di huruf
“Nun”.
10. “A’laika ayyuhannabiyyu”: di huruf
“Ya’”.
11. “Warohmatullaah”: di “Lam” jalalah.
12. “Wabarakatuh, assalaam”: di huruf
“Sin”.
13. “Alainaa wa’alaa I’baadillah”: di
“Lam” jalalah.
14. “Asshalihiin”: di huruf shad.
15. “Asyhaduallaa”: di “Lam alif”.
16. “Ilaha Illallaah”: di “Lam alif”.
17. “Illallaah”: di “Lam” jalalah.
18. “Waasyhaduanna”: di huruf “Nun”.
19. “Muhammadarrasulullaah”: di huruf
“Mim”.
20. “Muhammadarrasulullaah”: di huruf
“Ra’”.
21. “Muhammadarrasulullaah”: di huruf
“Lam” jalalah.
(Fasal Sebelas)
Sekurang-kurang kalimat shalawat
nabi yang memenuhi standar
kewajiban di tasyahud akhir adalah
Alloohumma sholliy ’alaa Muhammad.
(Adapun).harakat tasydid yang ada di
kalimat shalawat nabi tersebut ada di
huruf “Lam” dan “Mim” di lafal
“Allahumma”. Dan di huruf “Lam” di
lafal “Shalli”. Dan di huruf “Mim” di
Muhammad.
(Fasal Dua Belas)
Sekurang-kurang salam yang
memenuhi standar kewajiban di
tasyahud akhir adalah
Assalaamu’alaikum. Adpun Harakat
tasydid yang ada di kalimat tersebut
terletak di huruf “Sin”.
(Fasal Tiga Belas)
Waktu waktu shalat.
1. Waktu shalat dzuhur:
Dimulai dari tergelincirnya matahari
dari tengah-tengah langit kearah barat
dan berakhir ketika bayangan suatu
benda menyamai ukuran panjangnya
dengan benda tersebut.
2. Waktu salat Ashar:
Dimulai ketika bayangan dari suatu
benda melebihi ukuran panjang dari
benda tersebut dan berakhir ketika
matahari terbenam.
3. Waktu shalat Magrib:
Berawal ketika matahari terbenam dan
berakhir dengan hilangnya sinar merah
yang muncul setelah matahari
terbenam.
4. Waktu shalat Isya:
Diawali dengan hilangnya sinar merah
yang muncul setelah matahari
terbenam dan berakhir dengan
terbitnya fajar shadiq. Yang di maksud
dengan Fajar shadiq adalah sinar yang
membentang dari arah timur
membentuk garis horizontal dari
selatan ke utara.
5 Waktu shalat Shubuh:
Di mulai dari timbulnya fajar shadiq
dan berakhir dengan terbitnya
matahari.
Warna sinar matahari yang muncul
setelah matahari terbenam ada tiga,
yaitu:
Sinar merah, kuning dan putih. Sinar
merah muncul ketika magrib
sedangkan sinar kuning dan putih
muncul di waktu Isya.
Disunnahkan untuk menunda atau
mangakhirkan shalat Isya sampai
hilangnya sinar kuning dan putih.
(Fasal Empat Belas)
Shalat itu haram manakala tidak ada
mempunyai sebab terdahulu atau
sebab yang bersamaan (maksudnya
tanpa ada sebab sama sekaliseperti
sunat mutlaq) dalam beberapa waktu,
yaitu:
1. Ketika terbit matahari sampai naik
sekira-kira sama dengan ukuran
tongkat atau tombak.
2. Ketika matahari berada tepat
ditengah tengah langit sampai bergeser
kecuali hari Jum’at.
3. Ketika matahari kemerah-merahan
sampai tenggelam.
4. Sesudah shalat Shubuh sampai terbit
matahari.
5. Sesudah shalat Asar sampai
matahari terbenam.
(Fasal Lima Belas)
Tempat saktah (berhenti dari
membaca) pada waktu shalat ada
enam tempat, yaitu:
1. Antara takbiratul ihram dan do’a
iftitah (doa pembuka sesudah
takbiratul ihram).
2. Antara doa iftitah dan ta’awudz
(mengucapkan perlindungan dengan
Allah SWT dari setan yang terkutuk).
3. Antara ta’awudz dan membaca
fatihah.
4. Antara akhir fatihah dan ta’min
(mengucapkan amin).
5. Antara ta’min dan membaca surat
(qur’an).
6. Antara membaca surat dan ruku’.
Semua tersebut dengan kadar tasbih
(bacaan subhanallah), kecuali antara
ta’min dan membaca surat, disunahkan
bagi imam memanjangkan saktah
dengan kadar membaca fatihah.
(Fasal Enam Belas)
Rukun-rukun yang diwajibkan
didalamnya tuma’ninah ada empat,
yaitu:
1. Ketika ruku’.
2. Ketika i’tidal.
3. Ketika sujud.
4. Ketika duduk antara dua sujud.
Tuma’ninah adalah diam sesudah
gerakan sebelumnya, sekira-kira
semua anggota badan tetap (tidak
bergerak) dengan kadar tasbih
(membaca subhanallah).
(Fasal Tujuh Belas)
Sebab sujud sahwi ada empat, yaitu:
1. Meninggalkan sebagian dari ab’adhus
shalat (pekerjaan sunnah dalam shalat
yang buruk jika seseorang
meniggalkannya).
2. Mengerjakan sesuatu yang
membatalkan (padahal ia lupa), jika
dikerjakan dengan sengaja dan tidak
membatalkan jika ia lupa.
3. Memindahkan rukun qauli (yang
diucapkan) kebukan tempatnya.
4. Mengerjakan rukun Fi’li (yang
diperbuat) dengan kemungkinan
kelebihan.
(Fasal Delapan Belas)
Ab’adusshalah ada enam, yaitu:
1. Tasyahud awal
2. Duduk tasyahud awal.
3. Shalawat untuk nabi Muhammad
SAW ketika tasyahud awal.
4. Shalawat untuk keluarga nabi ketika
tasyahud akhir.
5. Do’a qunut.
6. Berdiri untuk do’a qunut.
7. Shalawat dan Salam untuk nabi
Muhammad SAW, keluarga dan
sahabat ketika do’a qunut.
(Fasal Sembilan Belas)
Perkara yang membatalkan shalat ada
empat belas, yaitu:
1. Berhadats (seperti kencing dan buang
air besar).
2. Terkena najis, jika tidak dihilangkan
seketika, tanpa dipegang atau diangkat
(dengan tangan atau selainnya).
3. Terbuka aurat, jika tidak dihilangkan
seketikas.
4. Mengucapkan dua huruf atau satu
huruf yang dapat difaham.
5. Mengerjakan sesuatu yang
membatalkan puasa dengn sengaja.
6. Makan yang banyak sekalipun lupa.
7. Bergerak dengan tiga gerakan
berturut-turut sekalipun lupa.
8. Melompat yang luas.
9. Memukul yang keras.
10. Menambah rukun fi’li dengan
sengaja.
11. Mendahului imam dengan dua rukun
fi’li dengan sengaja.
12. Terlambat denga dua rukun fi’li
tanpa udzur.
13. Niat yang membatalkan shalat.
14. Mensyaratkan berhenti shalat
dengan sesuatu dan ragu dalam
memberhentikannya.
(Fasal Dua Puluh)
Diwajibkan bagi seorang imam berniat
menjadi imam terdapat dalam empat
shalat, yaitu:
1- Menjadi Imam juma`t
2- Menjadi imam dalam shalat i`aadah
(mengulangi shalat).
3- Menjadi imam shalat nazar
berjama`ah
4- Menjadi imam shalat jamak taqdim
sebab hujan
(Fasal Dua Puluh Satu)
Syarat – Syarat ma`mum mengikut
imam ada sebelas perkara, yaitu:
1- Tidak mengetahui batal nya shalat
imam dengan sebab hadats atau yang
lainnya.
2- Tidak meyakinkan bahwa imam
wajib mengqadha` shalat tersebut.
3- Seorang imam tidak menjadi
ma`mum .
4- Seorang imam tidak ummi (harus
baik bacaanya).
5- Ma`mum tidak melebihi tempat
berdiri imam.
6- Harus mengetahui gerak gerik
perpindahan perbuatan shalat imam.
7- Berada dalam satu masjid (tempat)
atau berada dalam jarak kurang lebih
tiga ratus hasta.
8- Ma`mum berniat mengikut imam
atau niat jama`ah.
9- Shalat imam dan ma`mum harus
sama cara dan kaifiyatnya
10- Ma`mum tidak menyelahi imam
dalam perbuata sunnah yang sangat
berlainan atau berbeda sekali.
11- Ma`mum harus mengikuti perbuatan
imam.
(Fasal Dua Puluh Dua)
Ada lima golongan orang–orang yang
sah dalam berjamaah, yaitu:
1- Laki –laki mengikut laki – laki.
2- Perempuan mengikut laki – laki.
3- Banci mengikut laki – laki.
4- Perempuan mengikut banci.
5- Perempuan mengikut perempuan.
(Fasal Dua Puluh Tiga)
Ada empat golongan orang – orang
yang tidak sah dalam berjamaah,
yaitu:
1- Laki – laki mengikut perempuan.
2- Laki – laki mengikut banci.
3- Banci mengikut perempuan.
4- Banci mengikut banci.
(Fasal Dua Puluh Empat)
Ada empat, syarat sah jamak taqdim
(mengabung dua shalat diwaktu yang
pertama), yaitu:
1- Di mulai dari shalat yang pertama.
2- Niat jamak (mengumpulkan dua
shalat sekali gus).
3- Berturut – turut.
4- Udzurnya terus menerus.
(Fasal Dua Puluh Lima)
Ada dua syarat jamak takhir, yaitu:
1- Niat ta’khir (pada waktu shalat
pertama walaupun masih tersisa
waktunya sekedar lamanya waktu
mengerjakan shalat tersebut).
2- Udzurnya terus menerus sampai
selesai waktu shalat kedua.
(Fasal Dua Puluh Enam)
Ada tujuh syarat qasar, yaitu:
1- Jauh perjalanan dengan dua
marhalah atau lebih (80,640 km atau
perjalanan sehari semalam).
2- Perjalanan yang di lakukan adalah
safar mubah (bukan perlayaran yang
didasari niat mengerja maksiat ).
3- Mengetahui hukum kebolehan qasar.
4- Niat qasar ketika takbiratul `ihram.
5- Shalat yang di qasar adalah shalat
ruba`iyah (tidak kurang dari empat
rak`aat).
6- Perjalanan terus menerus sampai
selesai shalat tersebut.
7- Tidak mengikuti dengan orang yang
itmam (shalat yang tidak di qasar)
dalam sebagian shalat nya.
(Fasal Dua Puluh Tujuh)
Syarat sah shalat Jum’at ada enam,
yaitu:
1. Khutbah dan shalat Jum’at
dilaksanakan pada waktu Dzuhur.
2. Kegiatan Jum’at tersebut dilakukan
dalam batas desa.
3. Dilaksanakan secara berjamaah.
4. Jamaah Jum’at minimal berjumlah
empat puluh (40) laki-laki merdeka,
baligh dan penduduk asli daerah
tersebut.
5. Dilaksanakan secara tertib, yaitu
dengan khutbah terlebih dahulu, disusul
dengan shalat Jum’at.
(Fasal Dua Puluh Delapan)
Rukun khutbah Jum’at ada lima, yaitu:
1. Mengucapkan “Alhamdulillah” dalam
dua khutbah tersebut.
2. Bershalawat kepada Nabi
Muhammad SAW dalam dua khutbah
tersebut.
3. Berwasiat ketaqwaan kepada
jamaah Jum’at dalam dua khutbah
Jum’at tersebut.
4. Membaca ayat al-qur’an dalam salah
satu khutbah.
5. Mendo’akan seluruh umat muslim
pada akhir khutbah.
(Fasal Dua Puluh Sembilan)
Syarat sah khutbah jum’at ada sepuluh,
yaitu:
1. Bersih dari hadats kecil (seperti
kencing) dan besar seperti junub.
2. Pakaian, badan dan tempat bersih
dari segala najis.
3. Menutup aurat.
4. Khutbah disampaikan dengan berdiri
bagi yang mampu.
5. Kedua khutbah dipisahkan dengan
duduk ringan seperti tuma’ninah dalam
shalat ditambah beberapa detik.
6. Kedua khutbah dilaksanakan dengan
berurutan (tidak diselangi dengan
kegiatan yang lain, kecuali duduk).
7. Khutbah dan sholat Jum’at
dilaksanakan secara berurutan.
8. Kedua khutbah disampaikan dengan
bahasa Arab.
9. Khutbah Jum’at didengarkan oleh 40
laki-laki merdeka, balig serta penduduk
asli daerah tersebut.
10. Khutbah Jum’at dilaksanakan dalam
waktu Dzuhur.
(BAB IV)
“Jenazah”
(Fasal Satu)
pertama: Kewajiban muslim terhadap
saudaranya yang meninggal dunia ada
empat perkara, yaitu:
1. Memandikan.
2. Mengkafani.
3. Menshalatkan (sholat jenazah).
4. Memakamkan.
(Fasal Kedua)
Cara memandikan seorang muslim
yang meninggal dunia:
Minimal (paling sedikit): membasahi
seluruh badannya dengan air dan bisa
disempurnakan dengan membasuh
qubul dan duburnya, membersihkan
hidungnya dari kotoran,
mewudhukannya, memandikannya
sambil diurut/digosok dengan air daun
sidr dan menyiramnya tiga (3) kali.
(Fasal Ketiga)
Cara mengkafan:
Minimal: dengan sehelai kain yang
menutupi seluruh badan. Adapun cara
yang sempurna bagi laki-laki:
menutup
seluruh badannya dengan tiga helai
kain, sedangkan untuk wanita yaitu
dengan baju, khimar (penutup kepala),
sarung dan 2 helai kain.
(Fasal Keempat)
Rukun shalat jenazah ada tujuh (7),
yaitu:
1. Niat.
2. Empat kali takbir.
3. Berdiri bagi orang yang mampu.
4. Membaca Surat Al-Fatihah.
5. Membaca shalawat atas Nabi SAW
sesudah takbir yang kedua.
6. Do’a untuk si mayat sesudah takbir
yang ketiga.
7. Salam.
(Fasal Kelima)
Sekurang-kurang menanam
(mengubur) mayat adalah dalam
lubang yang menutup bau mayat dan
menjaganya dari binatang buas. Yang
lebih sempurna adalah setinggi orang
dan luasnya, serta diletakkan pipinya di
atas tanah. Dan wajib
menghadapkannya ke arah qiblat.
(Fasal Keenam)
Mayat boleh digali kembali, karena ada
salah satu dari empat perkara, yaitu:
1. Untuk dimandikan apabila belum
berubah bentuk.
2. Untuk menghadapkannya ke arah
qiblat.
3. Untuk mengambil harta yang
tertanam bersama mayat.
4. Wanita yang janinnya tertanam
bersamanya dan ada kemungkinan
janin tersebut masih hidup.
(Fasal Ketujuh)
Hukum isti’anah (minta bantuan orang
lain dalam bersuci) ada empat (4)
perkara, yaitu:
1. Boleh.
2. Khilaf Aula.
3. Makruh
4. Wajib.
Boleh (mubah) meminta untuk
mendekatkan air.
Khilaf aula meminta menuangkan air
atas orang yang berwudlu.
Makruh meminta menuangkan air bagi
orang yang membasuh anggota-
anggota (wudhu) nya.
Wajib meminta menuangkan air bagi
orang yang sakit ketika ia lemah (tidak
mampu untuk melakukannya sendiri).
(BAB V)
“Zakat”
(Fasal Satu)
Harta yang wajib di keluarkan
zakatnya ada enam macam, yaitu:
1. Binatang ternak.
2. Emas dan perak.
3. Biji-bijian (yang menjadi makanan
pokok).
4. Harta perniagaan. Zakatnya yang
wajib di keluarkan adalah 4/10 dari
harta tersebut.
5. Harta yang tertkubur.
6. Hasil tambang.
(BAB VI)
“Puasa”
(Fasal Satu)
Puasa Ramadhan diwajibkan dengan
salah satu ketentuan-ketentuan berikut
ini:
1. Dengan mencukupkan bulan sya’ban
30 hari.
2. Dengan melihat bulan, bagi yang
melihatnya sendiri.
3. Dengan melihat bulan yang
disaksikan oleh seorang yang adil di
muka hakim.
4. Dengan Kabar dari seseorang yang
adil riwayatnya juga dipercaya
kebenarannya, baik yang mendengar
kabar tersebut membenarkan ataupun
tidak, atau tidak dipercaya akan tetapi
orang yang mendengar
membenarkannya.
5. Dengan beijtihad masuknya bulan
Ramadhan bagi orang yang meragukan
dengan hal tersebut.
(Fasal Kedua)
Syarat sah puasa ramadhan ada empat
(4) perkara, yaitu:
1. Islam.
2. Berakal.
3. Suci dari seumpama darah haidh.
4. Dalam waktu yang diperbolehkan
untuk berpuasa.
(Fasal Ketiga)
Syarat wajib puasa ramadhan ada lima
perkara, yaitu:
1. Islam.
2. Taklif (dibebankan untuk berpuasa).
3. Kuat berpuasa.
4. Sehat.
5. Iqamah (tidak bepergian).
(Fasal Keempat)
Rukun puasa ramadhan ada tiga
perkara, yaitu:
1. Niat pada malamnya, yaitu setiap
malam selama bulan Ramadhan.
2. Menahan diri dari segala yang
membatalkan puasa ketika masih
dalam keadaan ingat, bisa memilih
(tidak ada paksaan) dan tidak bodoh
yang ma’zur (dima’afkan).
3. Orang yang berpuasa.
(Fasal Kelima)
Diwajibkan: mengqhadha puasa,
kafarat besar dan teguran terhadap
orang yang membatalkan puasanya di
bulan Ramadhan satu hari penuh
dengan sebab menjima’ lagi berdosa
sebabnya .
Dan wajib serta qhadha: menahan
makan dan minum ketika batal
puasanya pada enam tempat:
1. Dalam bulan Ramadhan bukan
selainnya, terhadap orang yang
sengaja membatalkannya.
2. Terhadap orang yang meninggalkan
niat pada malam hari untuk puasa
yang Fardhu.
3. Terhadap orang yang bersahur
karena menyangka masih malam,
kemudian diketahui bahwa Fajar telah
terbit.
4. Terhadap orang yang berbuka
karena menduga Matahari sudah
tenggelam, kemudian diketahui bahwa
Matahari belum tenggelam.
5. Terhadap orang yang meyakini
bahwa hari tersebut akhir Sya’ban
tanggal tigapuluh, kemudian diketahui
bahwa awal Ramadhan telah tiba.
6. Terhadap orang yang terlanjur
meminum air dari kumur-kumur atau
dari air yang dimasukkan ke hidung.
(Fasal Keenam)
Batal puasa seseorang dengan
beberapa macam, yaitu:
– Sebab-sebab murtad.
– Haidh.
– Nifas.
– Melahirkan.
– Gila sekalipun sebentar.
– Pingsan dan mabuk yang sengaja
jika terjadi yang tersebut di siang hari
pada umumnya.
(Fasal Ketujuh)
Membatalkan puasa di siang
Ramadhan terbagi empat macam,
yaitu:
1. Diwajibkan, sebagaimana terhadap
wanita yang haid atau nifas.
2. Diharuskan, sebagaimana orang
yang berlayar dan orang yang sakit.
3. Tidak diwajibkan, tidak diharuskan,
sebagaimana orang yang gila.
4. Diharamkan (ditegah), sebagaimana
orang yang menunda qhadha
Ramadhan, padahal mungkin
dikerjakan sampai waktu qhadha
tersebut tidak mencukupi.
Kemudian terbagi orang-orang yang
telah batal puasanya kepada empat
bagian, yaitu:
1. Orang yang diwajibkan qhadha dan
fidyah, seperti perempuan yang
membatalkan puasanya karena takut
terhadap orang lain saperti bayinya.
Dan seperti orang yang menunda
qhadha puasanya sampai tiba
Ramadhan berikutnya.
2. Orang yang diwajibkan
mengqhadha tanpa membayar fidyah,
seperti orang yang pingsan.
3. Orang yang diwajibkan terhadapnya
fidyah tanpa mengqhadha, seperti
orang yang sangat tua yang tidak
kuasa.
4. Orang yang tidak diwajibkan
mengqhadha dan membayar fidyah,
seperti orang gila yang tidak disengaja.
(Fasal Kedelapan)
Perkara-perkara yang tidak
membatalkan puasa sesudah sampai
ke rongga mulut ada tujuh macam,
yaitu:
1. Ketika kemasukan sesuatu seperti
makanan ke rongga mulut denga lupa
2. Atau tidak tahu hukumnya .
3. Atau dipaksa orang lain.
4. Ketika kemasukan sesuatu ke dalam
rongga mulut, sebab air liur yang
mengalir diantara gigi-giginya,
sedangkan ia tidak mungkin
mengeluarkannya.
5. Ketika kemasukan debu jalanan ke
dalam rongga mulut.
6. Ketika kemasukan sesuatu dari
ayakan tepung ke dalam rongga mulut.
7. Ketika kemasukan lalat yang sedang
terbang ke dalam rongga mulut.
Tamat…
Wallaohu a’lam bishshowaab
Kemudian kami akhiri dengan meminta
kepada Tuhan Yang Karim , dengan
berkah beginda kita Nabi Muhammad
Shollalloohu ‘Alayhi wa Sallam yang
wasim , supaya mengakhiri hidupku
dengan memeluk agama Islam, juga
orang tuaku, orang yang aku sayangi
dan semua keturunanku. Dan mudah-
mudahan ia mengampuniku serta
mereka segala kesalahan dan dosa.
Semoga rahmat Tuhan selalu tercurah
keharibaan junjungan kita Nabi
Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Abdul
Mutholib bin Abdi Manaf bin Hasyim
yang menjadi utusan Alloh kepada
sekalian makhluk Rosulul malahim,
kekasih Alloh yang membuka pintu
rahmat, menutup pintu kenabian, serta
keluarga dan sahabat sekalian.
Walhamdu lillaahi Robbil ’Aalamin…
Kitab Safinah Annajah kitab karya
Sheikh Abdullah bin Saad bin Sumair
al-Hadhrami, yang membahas
mengenai asas-asas fiqh dalam
mazhab Shafi’i yang turut meliputi
aspek tauhid dan tasawuf. Beliau
adalah seorang ahli fiqh dan tasawwuf
yang bermadzhab Syafi’i. Selain itu,
beliau adalah seorang pendidik yang
dikenal sangat ikhlas dan penyabar,
seorang qodhi yang adil dan zuhud
kepada dunia, bahkan beliau juga
seorang politikus dan pengamat militer
negara negara Islam. Beliau dilahirkan
di desa Dziasbuh, yaitu sebuah desa di
daerah Hadramaut Yaman, yang
dikenal sebagai pusat lahirnya para
ulama besar dalam berbagai bidang
ilmu keagamaan.
Kitab Safinah memiliki nama lengkap
“Safinatun Najah Fiima Yajibu `ala Abdi
Ii Maulah” (perahu keselamatan di
dalam mempelajari kewajiban seorang
hamba kepada Tuhannya). Kitab ini
walaupun kecil bentuknya akan tetapi
sangatlah besar manfaatnya. Di setiap
Pondok Pesantren atau pengajian di
kampung-kampung kitab ini selalu ada
untuk di pelajari, bahkan di hafalkan.
Di dunia pesantren ada sistem
ngaji yang namanya ngaji sorogan,
yaitu kyai memberi arti/makna dan
santri besoknya harus menghafalkan
yang kyai artikan/maknain dan di
setorkan dalam bentuk hafalan. Kitab
ini salah satu yang pertama di hafal
dalam sistem sorogan di pesantren.
Kitab ini di jadikan kitab fiqih dasar
yang pertama di pelajari karena Kitab
ini mencakup pokok-pokok agama
secara terpadu, lengkap dan utuh,
dimulai dengan bab dasardasar syari’at,
kemudian bab bersuci, bab shalat, bab
zakat, bab puasa dan bab haji yang
ditambahkan oleh para ulama lainnya.
Kitab ini disajikan dengan bahasa yang
mudah, susunan yang ringan dan
redaksi yang gampang untuk dipahami
serta dihafal. Seseorang yang serius
dan memiliki kemauan tinggi akan
mampu menghafalkan seluruh isinya
hanya dalam masa dua atau tiga bulan
atau mungkin lebih cepat.
Karena sangat pentingnya kitab ini
para ulama sampai membuat syarah/
penjelasan lebih lanjut dari kitab ini.
Ada berbagai kita syarah safinah
Annajah di antaranya:
1. Kitab Kasyifatus Saja ‘Ala Safinatin
Najah
2. Kitab Durrotu Tsaminah Hasyiyah ‘Ala
Safinah
3. Kitab Nailur Raja Syarah Safinah
Najah
4. Kitab Nasiimul Hayah Syarah
Safinatun Najah
5. Kitab Innarotud Duja Bitanwiril Hija
Syarah Safinah Najah.
Wallahu a`lam bish-shawaab.

Posted in Edukasi | 1 Comment